Eropa Dilanda Suhu Superdingin

Lebih dari sepekan terakhir ini benua Eropa dilanda cuaca ekstrim yang membekukan. Cuaca tak biasa yang diyakini sebagai salah satu dampak dari pemanasan global ini telah menewaskan ratusan orang di beberapa negara.

Menurut Reuters, hingga Sabtu 4 Februari 2012 lalu, dari 250 orang yang tewas di beberapa negara di Benua Biru, Ukraina merupakan negera dengan korban paling banyak, yakni 122 orang, akibat hipotermia (kedinginan) setelah selama delapan hari negara pecahan Uni Soviet itu dihujani salju tebal tanpa henti, dan cuaca turun hingga minus 33 derajat celsius. Dari para korban tersebut, 78 orang di antaranya ditemukan bergelimpangan di tepi jalan. Para korban ini kaum tunawisma yang tidak mendapatkan perlindungan apapun dari cuaca dingin.

Kementerian Kesehatan Ukraina mengatakan, hampir 1.600 orang dirawat di rumah sakit akibat kedinginan, sehingga agar korban tewas tidak terus bertambah, pemerintah mendistribusikan 3.000 tenda berpenghangat, makanan dan minuman ke seluruh kota untuk menaungi para tuna wisma yang di antaranya ada yang berlindung di stasiun-stasiun serta gerbong kereta.

Di Polandia, 37 orang meninggal dalam sepekan. Para tunawisma yang tewas tidak dapat bertahan dari cuaca dingin dengan hanya menggunakan perapian seadanya yang mereka buat. Beberapa lainnya tewas karena tertidur di atas salju setelah mabuk karena kebanyakan menenggak alkohol.

Di negara-negara Balkan di tenggara Eropa, banyak warga yang terjebak di dalam rumahnya, atau terparah di dalam mobilnya yang terkubur salju. Pemerintah Bosnia-Herzegovina bahwa telah mengumumkan status darurat Sabtu pekan lalu. Di wilayah pesisir Kroasia, yang jarang mendapat salju, tentara diturunkan untuk membantu warga yang terjebak.

Tentara juga diturunkan di Belgrad, Serbia, untuk membersihkan jalan-jalan utama dari salju. Pemerintah juga menawarkan 1.600 dinar atau sekitar Rp118 ribu per hari untuk membantu pembersihan jalan. Warga mengaku terbantu dengan pekerjaan dari pemerintah tersebut.

"Sudah berbulan-bulan saya kerja dan saya punya keluarga untuk dinafkahi. Pemerintah mengatakan pekerjaan ini memakan waktu berhari-hari, jadi uang ini akan memberi banyak perubahan," kata seorang warga, Zoran Djidovac, 30.

Anomali cuaca dirasakan oleh warga Roma, Italia. Untuk pertama kalinya selama 26 tahun pada 2012, kota ini diguyur salju lebat. Sebelumnya, salju dalam intensitas tinggi terakhir terjadi pada tahun 1986.

Di jalan-jalan kota ini, salju mencapai ketinggian hingga 20 centimeter, membuat bus dan taksi berhenti beroperasi. Pemerintah setempat juga terpaksa menutup obyek wisata paling terkenal di kota, yaitu Colosseum, yang diselimuti salju.

Sementara itu, di berbagai negara Eropa, ketersediaan listrik mulai terganggu. Padahal, listrik dan gas adalah salah satu sumber penting untuk melalui musim dingin. Salah satunya adalah di beberapa wilayah di selatan Italia yang tidak mendapat pasokan listrik karena kerusakan gardu. Sebanyak 160.000 orang di wilayah ini terancam kedinginan. Pemerintah menurunkan 1.000 staf untuk mengatasi kerusakan tersebut.

Pemerintah Perancis mengaku negaranya akan segera mencapai rekor tertinggi penggunaan konsumsi listrik pada musim dingin. Untuk mencegah pemutusan listrik berkala, pemerintah meminta warga di beberapa wilayah untuk mematikan peralatan listrik selama empat jam sehari.

Gas sebagai salah satu bahan bakar utama di Eropa juga terancam terganggu pasokannya. Pengekspor utama gas Rusia, Gazprom, mengatakan tidak mampu memenuhi permintaan gas untuk delapan negara di Eropa, mulai dari Italia sampai Polandia.

Akibat kelangkaan, harga gas di Inggris mencapai harga tertingginya dalam 10 minggu terakhir. Permintaan gas di Inggris saat ini mencapai 400 juta meter kubik per hari, meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya 331,1 juta meter kubik.

Bergerak ke Eropa Barat
Cuaca beku ini pada Minggu 5 Februari 2012 dikabarkan mulai bergerak dari Eropa Timur ke Eropa Barat, dan mengancam penduduk di sana. Cuaca yang menurunkan suhu udara hingga minus 30 derajat celsius itu membuat 200 lebih jadwal penerbangan di Bandara Heathrow, London, Inggris, dan di Bandara Schiphol, Amsterdam, Belanda, ditunda.

Para pakar meyakini, cuaca superdingin yang bermula dari Eropa Timur ini diduga merupakan salah satu dampak pemanasan global. Para ahli mengatakan, peningkatan panas bumi membuat es di perairan Kara dan Barents, Antartika, mencair dan mengganggu pola udara di atmosfir.

Menurut Stefan Rahmstorf dari Riset Dampak Iklim dari Potsdam Institute, hilangnya lapisan es Antartika memicu tekanan tinggi pada cuaca di utara Rusia, yang selanjutnya membawa angin dingin dari wilayah Antartika dan Siberia ke Eropa barat dan kepulauan di Inggris.

"Perairan yang tidak lagi ditutupi es ibarat pemanas ketika suhu air lebih hangat dibandingkan wilayah Antartika di atasnya. Ini menyebabkan udara bertekanan tinggi di Laut Barents yang kemudian menimbulkan cuaca dingin di Eropa," kata Rahmstorf, dilansir dari laman The Independent.

Hasil penelitian Rahmstorf dan timnya ini dibenarkan oleh Riset Kutub dan Kelautan Alfred Wegener Institute. Tim dari institut ini mengatakan bahwa saat es hilang dari lautan Antartika, maka udara panas dalam jumlah besar dilepaskan ke udara yang lebih dingin di atmosfir, menyebabkan tekanan udara meningkat akibat perbedaan suhu yang berbenturan.

Tekanan udara yang meningkat kemudian membuat atmosfir tidak stabil akibat tekanan udara yang berbeda. Akibatnya, pola angin berubah arah. "Siapapun yang mengira hilangnya sebagian besar es di Antartika tidak berdampak apapun, mereka salah. Ada interkoneksi yang kompleks di sistem iklim, dan Laut Barents-Kara telah menunjukkan mekanisme yang kuat," kata salah satu peneliti, Dr Petoukhov.

(diolah dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar