Nasib Cagar Budaya di Jakarta - 3 (Kota Tua Kalah dengan "Lobang Tikus")

Kawasan Kota Tua.
Kinerja yang lemah akan menghasilkan output yang lemah pula alias kurang baik dan kurang memuaskan. Meski Pemprov DKI Jakarta menjadikan kawasan Kota Tua sebagai salah satu lokasi wisata unggulan, namun di mata banyak kalangan, kondisi kawasan itu masih sangat memprihatinkan. Tak heran, dari sekitar 59 bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, hanya Museum Sejarah Jakarta yang selalu dibanjiri pengunjung.

Menurut Ketua Komunitas Sahabat Kota Tua, saat ini kawasan Kota Tua memang masih harus dibenahi karena kondisinya masih memprihatinkan. Indikasinya terlihat dari keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang tidak ditata dengan baik sehingga ‘berceceran’ dimana-mana, dan banyaknya bangunan-bangunan yang terancam ambruk.

“Selain keempat masjid di Bandengan dan Pekojan, sebenarnya masih banyak lagi bangunan-bangunan yang juga harus diperbaiki. Tapi bangunan-bangunan ini milik BUMN, swasta dan perorangan, sehingga Pemprov DKI tidak memiliki kewajiban untuk merenovasinya,” kata dia.

Menurut data yang dihimpun, bangunan milik BUMD dan swasta yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya ada 11 unit, sedang yang milik perorangan ada dua unit. Dari 11 bangunan milik BUMN dan swasta tersebut, dua di antaranya milik PT Kerta Niaga yang berlokasi di Jalan Kali Besar Timur dan Jalan Pintu Besar Utara.

Anggota DPRD DKI Jakarta Ashraf Ali menilai, penanganan heritage di Jakarta kalah jauh dibanding dengan di Vietnam, meski “tampilan” heritage di Jakarta, khususnya Kota Tua, jauh lebih menjanjikan dan lebih potensial untuk dapat mendatangkan wisatawan sebanyak mungkin.

Di Vietnam, katanya, ada sebuah lokasi wisata yang dinamakan Lobang Tikus, atau dalam bahasa setempat disebut Cu Chi. Lokasi wisata berupa terowongan di bawah tanah ini tidak terlalu luas, namun panjang sekali karena membentang dari gerbang Saigon hingga perbatasan Kamboja. Sebagian besar panjang terowongan ini berada di dalam hutan. Meski demikian, terowongan yang dibangun pada 1940-1950 itu mampu menarik wisatawan hingga jutaan orang per tahun, dan menjadi lokasi wisata terpavorit di Vietnam.

“Anda bisa bayangkan, hanya sebuah terowongan sempit seperti itu, Vietnam mampu mendapatkan income yang luar biasa. Mengapa kita tidak?” katanya.

Politisi Partai Golkar ini menilai, kalahnya pamor Kota Tua dengan Lobang Tikus karena Lobang Tikus dikemas dengan menarik. Hanya dengan biaya US $ 10, orang tak hanya bisa memasuki terowongan dari awal hingga akhir, tetapi juga diberikan pemandangan yang menarik seperti replika patung para pejuang Vietnam yang bertempur melawan tentara Perancis dan Amerika, pesawat-pesawat yang digunakan saat perang berlangsung, diberi tontonan video yang menggambarkan perang Vietnam, dan diberi senapan asli dengan 10 butir peluru asli untuk ditembakkan ke sasaran yang disediakan.

“Kalau kita ke Kota Tua, yang kita lihat hanya museum dan koleksinya. Kalau pun ada event, kebanyakan temporer. Coba kalau di situ juga disediakan sesuatu yang membuat orang tak hanya lebih memahami sejarah Jakarta, tapi juga suguhan-suguhan yang berkesan, kawasan itu pasti maju,” kata dia.

Dari data yang dihimpun diketahui, event rutin yang diselenggarakan di Kota Tua yang berpusat di Museum Sejarah Jakarta adalah Batavia Art Festival. Ini pun hanya setahun sekali. Dari tahun ke tahun, jumlah pengunjung Museum Sejarah Jakarta memang meningkat. Pada 2009, pengunjung museum ini 301.868 orang, pada 2010 sebanyak 460.236 orang, dan pada Januari-September 2011 sebanyak 340.098 orang. Namun jumlah pengunjung museum yang lain, seperti Museum Wayang, Museum Keramik dan Museum Batik jauh di bawah angka ini. Bahkan tak mencapai ribuan orang per tahun.

“Ya, museum-museum itu memang sepi pengunjung. Kita juga tak tahu kenapa,” kata Triutami, staf Administrasi dan Tata Usaha Museum Sejarah Jakarta. (Tamat)

0 komentar:

Posting Komentar